...:: Senin, 18 Agusutus 2014 Jam 19.00 WIB Wayang Kulit Ki Anom Suroto Lakon "Durna Gugur" Bagian 1, Selamat Menikmati ::...


Selasa, 21 Desember 2010

Selamat Natal 2010 & Tahun Baru 2011

Satu saja ungkapan syukur yang dinaikkan kepadaNYA, 
nilainya melebihi rangkaian doa yang paling sempurna. 
Semoga kita semakin mengucapkan syukur di tahun yang baru, 
agar kasihNYA dapat slalu kita nikmati dalam ketulusan dan pengungkapan syukur. 
Selamat Tahun Baru 1 Januari 2011

Minggu, 12 Desember 2010

Pagelaran Wayang Kulit Dalang Ki Bayu Aji Pamungkas

1. Kumbokarno Gugur, Live Sedekah Bumi & Sedekah Laut, Desa Bendar, Juwana, kab. Pati, tgl. 17 September 2010 saget kaunduh ING MRIKI
2. Gondomono Luweng, Live Sedekah Bumi & Sedekah Laut, Desa Bendar, Juwana, kab. Pati, tgl. 26 September 2009 saget kaunduh ING MRIKI

Rabu, 24 November 2010

Kalender 2011 Wayang Prabu

Budaya Wayang "World Masterpiece"

Media Berbagi Paguyuban Pecinta Wayang
Website : http://wayangprabu.com/


Link Undhuh Kalender Wayang Prabu 2011 (file jpg + cdr) disini

Senin, 04 Oktober 2010

Jadwal Siaran Radio Budaya Jawa 4 s.d. 17 Oktober 2010

Pagelaran Wayang Kulit "Serial Punakawan"
oleh Dalang KNS, KAS, KHS


Istilah punakawan berasal dari kata pana yang bermakna "paham", dan kawan yang bermakna "teman". Maksudnya ialah, para panakawan tidak hanya sekadar abdi atau pengikut biasa, namun mereka juga memahami apa yang sedang menimpa majikan mereka. Bahkan seringkali mereka bertindak sebagai penasihat majikan mereka tersebut.

Hal yang paling khas dari keberadaan panakawan adalah sebagai kelompok penebar humor di tengah-tengah jalinan cerita. Tingkah laku dan ucapan mereka hampir selalu mengundang tawa penonton. Selain sebagai penghibur dan penasihat, adakalanya mereka juga bertindak sebagai penolong majikan mereka di kala menderita kesulitan. Misalnya, Sewaktu Bimasena kewalahan menghadapi Sangkuni dalam perang Baratayuda, Semar muncul memberi tahu titik kelemahan Sangkuni.

Dalam percakapan antara para panakawan tidak jarang bahasa dan istilah yang mereka pergunakan adalah istilah modern yang tidak sesuai dengan zamannya. Namun hal itu seolah sudah menjadi hal yang biasa dan tidak dipermasalahkan. Misalnya, dalam pementasan wayang tokoh Petruk mengaku memiliki mobil atau handphone, padahal kedua jenis benda tersebut tentu belum ada pada zaman pewayangan.

Minggu, 27 Juni 2010

Jadwal Siaran Radio "BUDAYA JAWA" 25 Juni s.d. 25 Agusutus 2010

Perang Bharatayuda Jayabinangun tidak sekadar menceritakan kedahsyatan perang saudara antara Kurawa dan Pandhawa. Lebih dari itu, muatan filosofi yakni penundukan hawa nafsu untuk mendapatkan kemuliaan hidup tersaji secara komprehensif dalam peristiwa berdarah ini. Sengsara dan derita adalah buah dari hasrat atau keinginan yang sangat.

Dalam terminologi agama samawi, melalui hasrat atau ambisi inilah setan merasuki darah, akal, dan jiwa umat manusia. Kita (manusia) yang diciptakan Tuhan sebagai makhluk terbaik-Nya, turun derajatnya menjadi makhluk yang hina-dina.
Hakikat nyata dari hasrat yang membabi-buta dalam tragedi berdarah perang saudara antara Kurawa dan Pandhawa, tampak pada profil Prabu Mahabisa (dalam kisah pewayangan juga dikenal sebagai Prabu Sentanu atau Prabu Maha Bima). Raja agung binathara Astina yang pernah menyelenggarakan sesaji Acwamedha seribu kali dan Rajasuya seratus kali—sebagai pemujaan menurut kepercayaan agama Hindu—ini harus terusir dari Kahyangan dan turun ke Madyapada karena hasrat dan syahwatnya yang amat sangat untuk melihat aurat Dewi Gangga. Dalam konteks ini, adagium “kuasa, harta, dan wanita” yang sering kali ‘menggoda’ para penguasa dan pemimpin, ada benarnya.
Simak juga bagaimana ambisi Dewi Durgandini agar anak-anak keturunannya kelak menjadi Raja Binathara. Hasrat dan ambisi akan kekuasaan ini menjadikan alas (padang) Kurusetra ‘banjir darah’ dari saru keluarga besar kerajaan, Kurawa dan Pandhawa.

Dari peristiwa tragis ini (kedahsyatan perang saudara antara Kurawa dan Pandhawa) terpampang jelas berbagai perwatakan manusia. Dari watak yang terjahat hingga watak yang mulia. Masing-masing watak ini akan membawa konsekuensinya masing-masing.
Bisakah kita membayangkan jika manusia tak terbebani keinginan atau hasrat? Sebuah hasrat (keinginan)—untuk tidak menyebut ambisi—ternyata bisa membelenggu hati manusia. Lebih-lebih jika keinginan yang tersimpan di dalam hati itu adalah keinginan besar yang bersifat keduniawian. Hasrat besar ini akan menggiring hati menjadi nafsu serakah dan membahayakan hidupnya. Buku karya Wawan Susetya berjudul Bharatayuda: Ajaran, Simbolisasi, Filosofi, dan Maknanya bagi Kehidupan Sehari-hari ini mengungkap filosofinya.

Kisah perang saudara yang maha dahsyat antara Kurawa dan Pandhawa yang dikenal dengan Perang Bharatayuda Jayabinangun ini dipicu oleh perebutan kekuasaan atau takhta atas Kerajaan Astina. Konon, perang sengit ini tidak hanya terjadi di zaman Kurawa dan Pandhawa, namun sesungguhnya telah dimulai semenjak leluhur mereka.
Keinginan pertama dimulai dari Prabu Sentanu, Raja Astina, yang berhasrat menikahi Dewi Durgandini (dalam pewayangan dikenal juga sebagai Dewi Gandawati alias Dewi Lara Amis, Dewi Setyawati, atau Dewi Syayojanagandi) yang cantik jelita. Dikarenakan beberapa tahun hidup tanpa prameswari, membuat Prabu Sentanu kesepian dalam hidupnya.
Hingga di suatu hari ketika sedang berburu di hutan Astina, Prabu Sentanu bertemu dengan Dewi Durgandini yang dari tubuhnya memancarkan aroma harum semerbak. Sang Prabu kemudian berhasrat mempersunting sang Dewi nan cantik jelita ini. Namun calon prameswari Kerajaan Astina ini memberi persyaratan yang tidak mudah (berat) kepada Prabu Sentanu. Dewi Syayojanagandi alias Dewi Durgandini mau dinikahi, asalkan anak keturunannya kelak harus dinobatkan menjadi Raja Binathara di Kerajaan Astina!
Tuluskah keinginan Dewi Durgandini, janda cantik bekas istri Begawan Palasara beranak satu, yakni Wiyasa Kresna Dwipayana (Abiyasa) ini? Mantan suaminya, Begawan Palasara adalah pertapa yang berkhidmat melakukan semadi di Pertapaan Wukiratawu (Saptaarga). Apa jadinya jika keinginan diimbangi dengan keinginan pula? Padahal, takhta Kerajaan Astina telah dipersiapkan untuk Sang Pangeran, Raden Dewa Brata, sebagai pewaris takhta kerajaan yang sah yang akan menjadi Prabu di Kerajaan Astina.
Kisah legendaris dalam Babad Mahabharata (Keturunan Darah Bharata) ini merupakan karya besar Abhiyasa (nama aslinya Viyasa) dari India. Entahlah, penulis karya sastra besar (pujangga) tersebut masuk ke dalam cerita Mahabharata karena nama Abhiyasa (Wiyasa) ada dalam epik Mahabharata. Wiyasa adalah putra Begawan Palasara dengan Dewi Setyawati di Pertapaan Saptaarga atau Wukiratawu.

Tragedi perang saudara antara Kurawa dan Pandhawa dalam epik Bharatayuda Jayabinangun ini menjadi pelajaran penting bagi umat manusia secara universal. Kisah tragis ini syarat pelajaran penting, dan filosofinya membumi ke dalam kehidupan kita hingga kini.

Senin, 07 Juni 2010

Jadwal Siaran "Radio Nusantara" 6 s.d. 23 Juni 2010

Ramayana dari bahasa Sansekerta (रामायण) Rāmâyaṇa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Cerita epos lainnya adalah Mahabharata.

Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.



Ringkasan Cerita
Prabu Dasarata dari Ayodhya


Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.

Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.

Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.

Rama hidup di hutan
Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai rakshasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rawana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sita, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.

Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.

Rama menggempur Rawana
Rawana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria.

Setelah Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sita kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sita, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.

Jumat, 28 Mei 2010

Jadwal Siaran Radio "BUDAYA JAWA" 26 Mei s.d. 6 Juni 2010

HZGxiXCIucyr5XWrFzGkG2OPbWk.txt

Wisanggeni

Bambang Wisanggeni adalah nama seorang tokoh pewayangan yang tidak terdapat dalam wiracarita Mahabharata, karena merupakan asli ciptaan pujangga Jawa. Ia dikenal sebagai putra Arjuna yang lahir dari seorang bidadari bernama Dresanala, putri Batara Brahma. Wisanggeni merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa. Ia dikenal pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.

Kelahiran
Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para dewa.

Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brahma menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.
Brahma yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak Batara Guru jadikan sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brahma pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.

Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brahma membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.

Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna "racun api". Hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brahma, sang dewa penguasa api. selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan Wisanggeni.
Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat kekacauan di kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya, karena ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang, leluhur Batara Guru. Batara Guru dan Batara Brahma akhirnya bertobat dan mengaku salah. Narada akhirnya bersedia kembali bertugas di kahyangan.

Wisanggeni kemudian datang ke Kerajaan Amarta meminta kepada Arjuna supaya diakui sebagai anak. Semula Arjuna menolak karena tidak percaya begitu saja. Terjadi perang tanding di mana Wisanggeni dapat mengalahkan Arjuna dan para Pandawa lainnya.
Setelah semuanya jelas, Arjuna pun berangkat menuju Kerajaan Tunggulmalaya, tempat tinggal Dewasrani. Melalui pertempuran seru, ia berhasil merebut Dresanala kembali.

Sifat dan Kesaktian

Secara fisik, Wisanggeni digambarkan sebagai pemuda yang terkesan angkuh. Namun hatinya baik dan suka menolong. Ia tidak tinggal di dunia bersama para Pandawa, melainkan berada di kahyangan Sanghyang Wenang, leluhur para dewa. Dalam hal berbicara, Wisanggeni tidak pernah menggunakan bahasa krama (bahasa Jawa halus) kepada siapa pun, kecuali kepada Sanghyang Wenang.

Kesaktian Wisanggeni dikisahkan melebihi putra-putra Pandawa lainnya, misalnya Antareja, Gatutkaca, ataupun Abimanyu. Sepupunya yang setara kesaktiannya hanya Antasena saja. Namun bedanya, Antasena bersifat polos dan lugu, sedangkan Wisanggeni cerdik dan penuh akal.

Kematian
Menjelang meletusnya perang Baratayuda, Wisanggeni dan Antasena naik ke Kahyangan Alang-alang Kumitir meminta restu kepada Sanghyang Wenang sebelum mereka bergabung di pihak Pandawa. Akan tetapi, Sanghyang Wenang telah meramalkan, pihak Pandawa justru akan mengalami kekalahan apabila Wisanggeni dan Antasena ikut bertempur.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya Wisanggeni dan Antasena memutuskan untuk tidak kembali ke perkemahan Pandawa. Keduanya rela menjadi tumbal demi kemenangan para Pandawa. Mereka pun mengheningkan cipta. Beberapa waktu kemudian keduanya pun mencapai moksa, musnah bersama jasad mereka.

Senin, 24 Mei 2010

Keroncong Asli Gesang

Gesang atau lengkapnya Gesang Martohartono (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 1 Oktober 1917; umur 92 tahun) adalah seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia. Dikenal sebagai "maestro keroncong Indonesia," ia terkenal lewat lagu Bengawan Solo ciptaannya, yang terkenal di Asia, terutama di Indonesia dan Jepang. Lagu 'Bengawan Solo' ciptaannya telah diterjemahkan kedalam, setidaknya, 13 bahasa (termasuk bahasa Inggris, bahasa Tionghoa, dan bahasa Jepang)

Kehidupan
Saat ini Gesang tinggal di di Jalan Bedoyo Nomor 5 Kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo bersama keponakan dan keluarganya, setelah sebelumnya tinggal di rumahnya Perumnas Palur pemberian Walikota Surakarta tahun 1984 selama 20 tahun. Ia telah berpisah dengan istrinya tahun 1962. Selepasnya, memilih untuk hidup sendiri. Ia tak mempunyai anak. Pada tanggal 1 Oktober 2008 telah berusia 92 tahun.

Gesang pada awalnya bukanlah seorang pencipta lagu. Dulu, ia hanya seorang penyanyi lagu-lagu keroncong untuk acara dan pesta kecil-kecilan saja di kota Solo. Ia juga pernah menciptakan beberapa lagu, seperti; Keroncong Roda Dunia, Keroncong si Piatu, dan Sapu Tangan, pada masa perang dunia II. Sayangnya, ketiga lagu ini kurang mendapat sambutan dari masyarakat.

Sebagai bentuk penghargaan atas jasanya terhadap perkembangan musik keroncong, pada tahun 1983 Jepang mendirikan Taman Gesang di dekat Bengawan Solo. Pengelolaan taman ini didanai oleh Dana Gesang, sebuah lembaga yang didirikan untuk Gesang di Jepang.

Lagu Bengawan Solo

Lagu ini diciptakan pada tahun 1940, ketika ia beusia 23 tahun. Gesang muda ketika itu sedang duduk di tepi Bengawan Solo, ia yang selalu kagum dengan sungai tersebut, terinspirasi untuk menciptakan sebuah lagu. Proses penciptaan lagu ini memakan waktu sekitar 6 bulan.

Lagu Bengawan Solo juga memiliki popularitas tersendiri di luar negeri, terutama di Jepang. Bengawan Solo sempat digunakan dalam salah satu film layar lebar Jepang.

Silahkan nikmati keroncong Asli Gesang disini

Inilah daftar lagu Album Keroncong Asli Gesang:
01. Sebelum Aku Mati.mp3
02. Bengawan Solo.mp3
03. Seto Ohashi.mp3
04. Tembok Besar.mp3
05. Borobudur.mp3
06. Bumi Emas Tanah Airku.mp3
07. Saputangan.mp3
08. Kalung Mutiara.mp3
09. Urung.mp3
10. Kemayoran.mp3
11. Tanpa Nama.mp3
12. Pandan Wangi.mp3
13. Swasana Desa.mp3
14. Pamitan.mp3